LAMPUNG UTARA—Program pemerintah untuk menyediakan krediti atau pembiayaan modal kerja atau investasi kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ( UMKM ) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan melalui Kredit Usaha Rakyat ( KUR ), ternyata tak sepenuhnya dapat dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat.
Akan tetapi justru sebaliknya, program KUR ( Kredit Usaha Rakyat ) yang disalurkan melalui Bank berpelat merah yang dipercaya dan ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan dana KUR, justru hanya dimanfaatkan oleh para oknum perbankan itu sendiri.
Kasus kredit fiktif, ternyata tidak saja hanya terjadi disejumlah daerah. Akan tetapi, juga terjadi di Kabupaten Lampung Utara. Seperti pengakuan SH, SF, MN dan DM warga Kotabumi ini. Awalnya, mereka didatangi oleh calo kredit, untuk menyerahkan foto coppy KTP dan KK untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat ( KUR ).
Setelah menyerahkan persyaratan tersebut, mereka kemudian dihubungi oleh oknum petugas bank untuk survei.
“Setelah sampai di bank, kami hanya ditanya-tanya seperti interview. Sedangkan yang mengurus Surat Keterangan Usaha ( SKU ) ke kelurahan dan kelengkapan persyaratan administrasi lainnya, dilakukan oleh petugas bank. Kami tinggal terima beres,” ujar SH, SF, MN dan DM.
Selang beberapa lama kemudian, mereka dipanggil kembali oleh oknum pegawai bank untuk datang ke kantor, guna menandatangani proses pencairan.
“Dalam berkas persetujuan kredit tersebut jumlahnya bervariasi. Ada yang nilainya Rp 5 juta, Rp 10 juta,hingga Rp 20 juta lebih ,” ujar mereka kepada media ini.
Setelah mereka menandatangani berkasnya, oknum pegawai bank kemudian memberikan uang sebesar Rp 1.000.000,- sampai Rp 2.000.000,- tidak sesuai dengan nominal pinjaman yang tertera dalam berkas yang mereka tandatangani.
Diindikasikan, kasus serupa tidak hanya terjadi di wilayah Kecamatan Kota Kotabumi saja. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan juga terjadi di sejumlah unit bank berplat merah tersebut yang ada di setiap kecamatan.
Modus operandi yang dilakukan oleh oknum pegawai Bank BUMN ini, tidak jauh berbeda dengan kasus serupa yang terjadi di Makasar, Sulawesi Selatan, yang kasusnya kini sedang ditangani oleh pihak Kejaksaan tinggi setempat.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan, modus operandi dalam kasus korupsi kredit fiktif, diprakarsai oleh ATP selaku salah seorang pegawai di Bank BUMN tersebut.
“Ratusan berkas permohonan kredit calon nasabah dalam kurun waktu November 2022 hingga Desember 2023, ditemukan adanya nasabah yang terindikasi terjadi fraud dalam proses pencairan kredit,” ujar Soetarmi.
Masih menurut Soetarmi, ratusan dokumen calon nasabah tersebut diperoleh dari pihak ketiga atau calo wanita. Sedangkan para calon nasabah tersebut, tidak layak untuk menerima kredit sesuai aturan yang berlaku. ( * )